Kisah Inspiratif Pejuang Vitiligo, Mencintai Diri Sendiri dengan Bersyukur
25 June 2022 - by Nadira Maurizka
|
Blessing in disguise. Kalimat tersebut cukup menggambarkan proses penerimaan dan mencintai diri Pak Rocky, yang hampir 20 tahun hidup berdampingan dengan vitiligo. Sabtu (11/6) lalu tim Heystetik berbincang dengan salah satu sahabat vitiligo, yaitu Bapak Rochmat Basuki, atau yang akrab dipanggil Pak Rocky.
Vitiligo merupakan kondisi gangguan autoimun yang membuat pigmen warna kulit menghilang. Meskipun hilangnya melanosit (pigmen) tidak memicu rasa sakit, namun perubahannya bisa mengganggu karena vitiligo bisa menjadi cukup mencolok terutama jika ia muncul pada permukaan wajah. Lantas bagaimana Pak Rocky mampu mengatasi perubahan pada tubuhnya itu hingga muncul rasa self-love atas diri? Simak cerita inspiratif yang dibagikan Pak Rocky di bawah ini yuk, Sobathey!
Pak Rocky yang saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan adalah salah satu sahabat vitiligo yang memiliki kisah inspiratif dari pengalaman yang telah ia lalui. Tahun 2003, merupakan awal perjalanan Pak Rocky menyadari perubahan kecil pada kulit sekitar jari manisnya. Perubahan warna berlangsung cukup cepat hingga tanpa disadari, vitiligo sudah menyebar pada area tangan dan belakang lehernya. Ia mencari tahu kondisinya melalui internet, dan menemukan suatu kondisi yang serupa, bernama Vitiligo.
Pertemuannya dengan dokter pertama pada salah satu rumah sakit swasta membuatnya hampir putus asa dengan vitiligo. “Kami gak janji, Pak, ini bisa disembuhkan… karena sampai sekarang ini belum ketemu obatnya.” Kata-kata tersebut seakan mematahkan semangat yang bahkan belum sempat dipupuk Pak Rocky. Tanpa berlama-lama, Pak Rocky memulai lagi usahanya untuk sembuh, kali ini di rumah sakit pemerintah. Ia menerima tanggapan baik dan membuatnya semangat.
Memang, selama kurang lebih 9 tahun Pak Rocky melakukan fototerapi sinar UVB, tidak semuanya mulus. Namun ia menyadari satu hal; “saya baru tahu kalau penanganan dokter itu bisa mempengaruhi (mental) pasien”. Faktor lingkungan memang menjadi salah satu faktor yang bisa menyebabkan vitiligo. Tingkat stres berlebihan ditambah dengan paparan sinar matahari menjadi salah satunya. Pak Rocky menambahkan, “banyak faktor (yang mempengaruhi vitiligo kambuh) tapi faktor mental itu sangat dominan. Karena saya ngerasain, pas kerjaan lagi banyak, itu (vitiligo) cepat banget nyebarnya.” ujarnya.
Baca Juga: Bisakah Vitiligo Sembuh Total?
Perjalanan Panjang Menerima Vitiligo
Rasa ikhlas & menerima diri kini muncul dari pengalamannya bertahun-tahun hidup bersama kondisi vitiligo tersebut. Namun, Pak Rocky bercerita bahwa ia sempat merasa tidak percaya diri, terutama saat bekerja dan diharuskan melakukan sosialisasi ke banyak orang.
“Tapi emang prosesnya panjang. Dulu sempet minder. Saking banyaknya yang nanya, saya udah siapin template buat jawab. Jadi yaudah saya sering-sering aja update tentang kondisi saya di instagram, facebook.”
Membagikan pengalamannya tentang vitiligo di media sosial justru membuat Pak Rocky semakin percaya diri karena banyaknya tanggapan positif yang ia terima. Pak Rocky juga tergabung dalam grup Vitiligo Indonesia di Facebook. Melalui grup tersebut, Pak Rocky menerima banyak hal positif, di antaranya adalah mendapatkan rekomendasi tempat berobat, saling sharing pengalaman dan menjadi penyemangat.
Jalan yang dilalui setiap penderita vitiligo tentu berbeda-beda. Pak Rocky sendiri percaya bahwa, Tuhan tidak menciptakan manusia secara sama, tetapi selalu ada keistimewaan pada diri setiap orang. Vitiligo justru membuat Pak Rocky menjadi pribadi yang positif yang mampu melihat sisi lain dari tiap hal yang dialaminya. Pak Rocky pun adalah sosok yang giat dalam bekerja, sekaligus berprestasi. Meskipun di tengah kondisi vitiligo yang ia alami sejak belasan tahun lalu, ia tetap semangat menjalani pendidikan hingga akhirnya berhasil berhasil menyelesaikan pendidikan di Prodip 3 STAN, S1 dan S2 di Universitas Indonesia. Tak henti sampai disitu, salah satu hobi menulisnya bahkan membuatnya bergabung dalam komunitas menulis dan bisa menerbitkan 2 buah Buku Antologi Cerpen: “Sayap Kukuh” dan “Jagad Metta”.
Menekuni ibadah juga menjadi salah satu cara Pak Rocky untuk mencintai diri sendiri dan menerima vitiligo menjadi bagian dari dirinya. “Dari banyak perjuangan hidup yang telah saya lewati justru menjadikan saya makin bersyukur kepada Allah. Saya slalu yakin jika dengan bersyukur akan menambah nikmat yang diberikan kepada kita. Walaupun hampir 11 tahun saya menjalani terapi dengan segala lika-likunya, saya tidak mengeluh dalam melewatinya. Justru karena berobat, saya jadi menyadari ternyata banyak pasien di Rumah Sakit yang cobaannya jauh lebih berat dari saya..."
Baca Juga: Bagaimana Ciri-ciri Lentigo dan Apa Saja Penyebabnya?
“Ikhtiar, Sabar, Ikhlas, dan Bersyukur”
Proses penyembuhan vitiligo memang sangat memakan waktu, tenaga, dan juga materi. Hal itu diiyakan Pak Rocky sembari mengingat pengalamannya berjibaku di waktu subuh untuk mendapatkan nomor antrian terapi UVB di rumah sakit. Ia berharap kedepannya semoga ada penemuan dalam bidang kesehatan yang mampu mengobati vitiligo. Karena ia menyadari, tidak semua orang diberikan rezeki berupa waktu, uang, dan kesempatan untuk bisa menemukan klinik yang bisa mengatasi vitiligo.
“Saya berharap kedepannya ada pengobatan untuk vitiligo yang bisa mengobati, terutama yang biayanya gak mahal. Dan semoga temen-temen vitiligo bisa saling memberi semangat”
Hampir 20 tahun hidup dengan vitiligo, meski selalu berusaha untuk sembuh, Pak Rocky kini sudah melewati tahap Ikhlas. Di mana ketika proses ikhtiar (berusaha) nya tidak kunjung terkabul. Hingga yang tersisa kini hanya rasa syukur atas apa yang ia miliki sekarang. Pak Rocky mungkin tidak akan menjadi individu yang seperti ini jika bukan karena kondisi yang ia alami. Proses mencintai diri dan menerima vitiligo menjadi bagian darinya bukanlah hal yang mudah, tetapi melalui vitiligo, Pak Rocky menemukan blessing in disguise.
“Dalam setiap cobaan, pasti ada hikmah di baliknya”
—-----
Wah, hebat ya perjalanan Pak Rocky untuk mencintai diri di tengah usahanya menghadapi vitiligo. Menerima diri sendiri memang tidak mudah, ditambah lagi ketika kita sedang dihadapi dengan perubahan yang membuat kita berbeda dari orang pada umumnya. Layaknya kurva, proses self-love memiliki perjalanan yang bertahap, dan bahkan tidak selalu mulus.
Semoga Sobathey dapat mengambil kisah inspiratif dari cerita ini ya! Apabila kamu memiliki pertanyaan seputar vitiligo, segera diskusikan dengan dokter ya, Sobathey!
Other Articles
|